BLOGGER anak SMK NEGERI 1 LAHAT "teknik instalasi tenaga listrik

Jumat, 29 Juli 2011

sejarah listrik di indonesia dari zaman belanda s/d sekarang


 


             Tgl 27 Oktober 2008 adalah peringatan Hari Listrik Nasional ke-63. Ketenagalistrikan di Indonesia sudah ada jauh sebelum Indonesia Merdeka. Ketenagalistrikan di Indonesia dimulai pada akhir abad ke 19, pada saat beberapa perusahaan Belanda, antara lain pabrik gula dan pabrik teh mendirikan pembangkit tenaga listrik untuk keperluan sendiri.


Ketenagalistrikan untuk kemanfaatan umum mulai ada pada saat perusahaan swasta Belanda, yaitu NV NIGN, yang semula bergerak di bidang gas memperluas usahanya di bidang penyediaan tenaga listrik untuk kemanfaatan umum. Pada tahun 1927 Pemerintah Belanda membentuk s'Land Waterkracht Bedrijven (LWB), yaitu perusahaan listrik negara yang mengelola PLTA Plengan, PLTA Lamajan, PLTA Bengkok Dago, PLTA Ubrug dan Kracak di Jawa Barat, PLTA Giringan di Madiun, PLTA Tes di Bengkulu, PLTA Tonsea Lama di Sulawesi Utara dan PLTU di Jakarta. Selain itu, di beberapa Kotapraja dibentuk perusahaan-perusahaan listrik Kotapraja.


Dengan menyerahnya pemerintah Belanda kepada Jepang dalam Perang Dunia II, maka Indonesia dikuasai Jepang. Oleh karena itu, perusahaan listrik dan gas yang ada diambil alih oleh Jepang dan semua personil dalam perusahaan listrik tersebut diambil alih oleh orang-orang Jepang. Denagn jatuhnya Jepang ke tangan Sekutu, dandiproklamasikannya Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, maka kesempatan yang baik ini dimanfaatkan oleh Pemuda dan buruh listrik dan gas untuk mengambil alih perusahaan-perusahaan listrik dan gas yang dikuasai Jepang.


Setelah berhasil merebut perusahaan listrik dan gas dari tangan kekuasaan Jepang, kemudian pada bulan September 1945 suatu delegasi Buruh/Pegawai Listrik dan Gas menghadap Pimpinan KNI Pusat yang waktu itu diketuai oleh Mr Kasman Singodimedjo untuk melaporkan hasil perjuangan mereka. Selanjutnya Delegasi bersama-sama dengan Pimpinan KNI Pusat menghadap Presiden Soekarno, untuk menyerahkan perusahaan-perusahaan listrik dan gas kepada Pemerintah Republik Indonesia.


Penyerahan tersebut diterima oleh Presiden Soekarno dan kemudian dengan penetapan Pemerintah No.1 tahun 1945 tertanggal 27 Oktober 1945, dibentuklah Jawatan Listrik dan Gas di bawah Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga.
     Dengan adanya agresi Belanda I dan II, sebagian besar perusahaan-perusahaan listrik dikuasai kembali oleh Pemerintah Belanda atau pemiliknya semula. Pegawai-pegawai yang tidak mau nekerjasama kemudian mengungsi dan menggabungkan diri pada kantor-kantor Jawatan Listrik dan Gas di daerah-daerah Republik Indonesia yang bukan daerah pendudukan Belanda untuk meneruskan perjuangan. Selanjutnya, dikeluarkan Keputusan Presiden RI Nomor 163 tanggal 3 Oktober 1953 tentang Nasionalisasi Perusahaan Listrik milik bangsa asing di Indonesia jika waktu konsesinya habis.
Tanggal 27 Oktober 1945 kemudian dikenal sebagai Hari Listrik dan Gas. Tahun 1975, Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik, sempat menggabung Hari LIstrik Nasional dengan Hari Kebaktian Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik yang jatuh tanggal 3 Desember. Karena pentingnya semangat dan nilai-nilai hari listrik, maka sejak 1992 Menteri Pertambangan dan Energi menetapkan tanggal 27 Oktober sebagai Hari Listrik Nasional.
sumber :

Senin, 06 Juni 2011

Penggunaan Rangkaian Snubber Pada Sakelar Elektronik


Pendahuluan

          Dalam merancang rangkaian-rangkaian elektronika daya, salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan adalah masalah kerugian daya yang terjadi pada sakelar elektronik yang digunakan. Kerugian daya pada sakelar elektronik itu sendiri terdiri dari dua bagian yaitu pada kondisi ON dan pada kondisi peralihan (switching transition). Pada waktu sakelar elektronik berkondisi ON, kerugian daya terjadi karena adanya perosotan tegangan pada sakelar elektronik yang tengah menghantarkan arus, sehingga efek dari pengalian V*I tidak dapat dihindarkan. Pada kondisi peralihan, kerugian daya yang terjadi pada sakelar elektronik umumnya dikenal dengan istilah kerugian pensakelaran (switching loss). Kerugian pensakelaran terjadi karena alat pensakelaran tidak dapat mengalami transisi seketika atau selang waktu 0 detik dari satu status ke status lainnya. Misalnya, pada saat pensakelaran dari kondisi ON ke kondisi OFF, arus yang terhenti pada sakelar elektronik akan terjadi dalam kurun waktu yang relatif cepat, tapi tidak seketika atau 0 detik. Demikian pula halnya dengan penaikan tegangan pada proses pensakelaran yang sama. Fenomena serupa akan pula terjadi pada saat pensakelaran dari kondisi OFF kembali ke kondisi ON. Dengan demikian dapatlah dibayangkan betapa seriusnya kerugian daya yang dapat terjadi akibat kerugian pensakelaran tersebut, apalagi dengan melihat cepatnya frekwensi pensakelaran yang umumnya digunakan pada rangkaian-rangkaian elektronika daya. Tidaklah mengherankan pula jika pada rangkaian elektronika daya, kerugian daya dapat menjadi lebih besar pada kondisi peralihan dibandingkan dengan kerugian daya pada kondisi ON.
            Kerugian pensakelaran dapat ditekan dengan cara mengimplementasikan topologi rangkaian pengubah resonan (resonant converter) seperti yang telah dibahas pada Elektro edisi 29 - Januari 2000. Dalam metoda resonan ini, pensakelaran pada rangkaian pengubah memanfaatkan tegangan atau arus nol yang terjadi karena osilasi alami, sehingga kerugian daya akibat V*I idealnya menjadi nol pula.
           Alternatif lain untuk mengurangi kerugian pensakelaran adalah dengan menambahkan rangkaian snubber pada sakelar elektronik. Pada dasarnya, rangkaian snubber dirancang untuk memodifikasi bentuk gelombang peralihan (switching waveforms) sehingga kerugian daya pun dapat dikurangi. Dengan kata lain, rangkaian snubber dapat menekan kondisi kilasan (transient state) yang tidak diinginkan. Tanpa penekanan tersebut, tegangan pada saat kondisi kilasan dapat melebihi tegangan sakelar elektronik yang ditarifkan sehingga kerusakan pada sakelar elektronik pun akan sulit dihindari. Manfaat lain dari rangkaian snubber adalah untuk melindungi sakelar elektronik yang harganya relatif lebih mahal dibandingkan dengan harga komponen-komponen yang ada pada rangkaian snubber tersebut. Caranya adalah dengan mematikan guncangan atau osilasi yang berasal dari induktansi dan kapasitansi yang bersifat parasit pada rangkaian sakelar. 
 Hal ini sangat penting karena osilasi akan membawa dampak yang negatif seperti terjadinya interferensi elektromagnet. Pada Gambar 1 dapat dilihat perbedaan antara trayek peralihan dari sakelar elektronik pada pengubah half-bridge tanpa snubber, dengan snubber, dan dengan menerapkan metoda resonan [1].

Gambar 1. Trayek peralihan tanpa snubber, dengan snubber, dan metoda resonan
Kinerja snubber pada dasarnya adalah dengan cara memindahkan energi yang seharusnya diserap oleh sakelar elektronik ke rangkaian snubber. Pada umumnya ada dua jenis rangkaian snubber, yaitu rangkaian snubber disipasi dan rangkaian snubber non-dissipasi atau juga yang dikenal dengan istilah rangkaian snubber pemulih energi.

Rangkaian Snubber Disipasi

             Pada jenis ini, perpindahan energi terjadi dari sakelar elektronik ke komponen resistor di rangkaian snubber. Ditinjau dari fungsinya ada dua macam snubber disipasi: untuk guling-on (turn on) dan guling-off (turn off). Sebagai contoh, Gambar 2 menunjukkan model rangkaian transistor dengan beban berinduksi beserta bentuk gelombang pada saat pensakelaran dan daya sesaat pada transistor [2].

Gambar 2. Rangkaian transistor dengan beban berinduksi
Dari Gambar 2c dapat ditarik kesimpulan bahwa kerugian energi akibat kerugian daya adalah proporsional dengan trayek dari daya sesaat p(t) = vQ(t) * iQ(t). Disamping itu pula kerugian daya sangat bergantung pada frekwensi pensakelaran. Semakin tinggi frekwensi pensakelaran, semakin bertambah  kerugian daya yang terjadi. Dengan rangkaian snubber, bentuk gelombang dari vQ(t) dan iQ(t) dapat diubah sehingga trayek bentuk gelombang p(t) = vQ(t) * iQ(t) pun termodifikasi sesuai dengan yang diinginkan. Salah satu rangkaian snubber guling-off untuk transistor dapat dilihat pada Gambar 3 [2]. 


             Disebut rangkaian snubber guling-off karena rangkaian tersebut menyediakan jalan lain untuk arus beban ketika guling-off. Pada saat transistor berguling ke posisi OFF, tegangannya menanjak dan diode snubber Ds mengalami panjaran maju (forward biased) dan kapasitor C mulai dimuati. Perlu diingat bahwa pada kondisi ini, tegangan kapasitor sama dengan tegangan pada transistor karena keduanya pada posisi paralel. Akibatnya, laju ubahan dari tegangan pada transistor pun menjadi berkurang karena pemuatan kapasitor tersebut. Kapasitor termuati sampai tegangan transistor mencapai kondisi OFF akhir dan terus termuati sampai transistor di ON-kan kembali. Pada saat penggulingan-ON inilah kapasitor membuang muatan melalui resistor snubber R dimana disipasi energi terjadi. Oleh karena itu snubber ini masuk dalam jenis snubber disipasi. Ukuran dari kapasitor menentukan laju ubahan tegangan transistor ketika penggulingan-OFF. Semakin besar ukuran kapasitor semakin lambat laju ubahan sehingga semakin berkurang kerugian daya yang terjadi. Namun ini bukan berarti ukuran kapasitor dapat terus diperbesar untuk semakin meminimalkan kerugian daya. Seperti terlihat pada Gambar 3b, 3c, 3d perlambatan laju ubahan tegangan oleh kapasitor ini sayangnya juga mengakibatkan adanya pembatasan penggunaan frekwensi pensakelaran, padahal pada umumnya penggunaan frekwensi tinggi sering diinginkan pada rangkaian elektronika daya. 
 

Gambar 3. Rangkaian snubber guling-off pada transistor

Ukuran kapasitor snubber pada rangkaian snubber yang sama dipilih dengan cara menentukan level tegangan kapasitor yang diinginkan Vf pada saat arus melalui transistor sudah mencapai nol. Pada Gambar 3, terlihat bahwa arus transistor mencapai nol pada saat waktu t = tf. Maka, ukuran kapasitor snubber dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut: 
C = I L t f  / 2V f 
           Bagaimana halnya dengan ukuran resistor snubber R? Besarnya ukuran resistor snubber harus cukup untuk menyediakan waktu buangmuatan dari kapasitor selama transistor berada pada kondisi ON (tON) dan sebelum transistor di-OFF-kan kembali. Pada umumnya selang waktu sebanyak tiga sampai lima kali tetapan waktu t = RC sudah dapat mencukupi persyaratan waktu buangmuatan kapasitor. Misalnya, jika 5 kali tetapan waktu digunakan untuk menghitung besarnya resistor, maka:

ton > 5RC    atau     R < ton/5C

             Jika ukuran resistor R telah dihitung, maka parameter lain yang penting diketahui adalah besarnya daya yang diserap oleh resistor snubber tersebut, yang dapat dihitung dengan persamaan berikut: 
PR = (1/T)* ½ C Vs2 = ½ C Vs2 f

              Dimana T adalah perioda pensakelaran, f adalah frekwensi pensakelaran, dan Vs adalah level tegangan akhir pada transistor dalam kondisi OFF.
Parameter PR inilah yang menunjukkan besarnya daya yang dipindahkan dari transistor ke rangkaian snubber. Beberapa hal penting yang dapat disimpulkan dari persamaan PR diatas adalah pertama, semakin besar ukuran kapasitor snubber semakin kecil kerugian daya pada transistor, namun akan semakin besar daya yang diserap oleh resistor R. Kedua, yang sangat menarik adalah bahwa daya pada resistor snubber tidak bergantung pada ukuran resistor snubber itu sendiri. Ketiga, daya yang diserap oleh resistor snubber berbanding lurus dengan besarnya frekwensi pensakelaran yang dipakai.
Gambar 4 menunjukkan bahwa penggunaan rangkaian snubber sebenarnya tidaklah berpengaruh besar pada kerugian daya secara keseluruhan (total loss) pada rangkaian transistor atau pada rangkaian sakelar elektronik lainnya [2]. Ini disebabkan karena memang fungsi utama rangkaian snubber yang hanya mengalihkan (bukan menghilangkan) penyerapan daya dari transistor atau sakelar elektronik lainnya ke rangkaian snubber.
Gambar 4. Kerugian daya sebagai fungsi dari ukuran kapasitor snubber

Rangkaian Snubber Pemulih Energi

           Disipasi daya pada rangkaian snubber akan dapat dihindari jika energi yang disimpan dalam rangkaian snubber dapat dipindahkan kembali ke sumber daya atau ke beban. Hal ini dapat tercapai apabila resistor snubber diganti dengan komponen bereaksi (reactive components). Rangkaian snubber seperti ini akan menjadi lebih rumit dalam rancangannya namun memiliki keuntungan dalam hal peningkatan efisiensi daya. Gambar 5 menunjukkan dua contoh dari rangkaian snubber pemulih energi. Pada Gambar 5a, Ds dan Cs berfungsi sebagai snubber pada guling-OFF, dimana Cs dimuati sampai tegangannya mencapai Vs dan juga memperlambat laju ubahan tegangan pada transistor.

Gambar 5. Dua contoh Snubber Pemulih Energi
         Pada guling-ON, terbentuk jalur arus melalui Q, Cs, L, D1 dan C1. Muatan yang sebelumnya terkandung dalam kapasitor Cs kemudian dipindahkan ke C1. Pada guling-OFF berikutnya, kapasitor C1 membuangmuatan melalui dioda D2 sampai akhirnya ke beban. Pada saat yang sama, kapasitor Cs dimuati kembali. Pendeknya, energi yang disimpan di kapasitor Cs selama kondisi OFF kemudian disalurkan ke C1 untuk akhirnya dikirim ke beban sehingga tidak ada energi yang terdisipasi.

Kesimpulan

          Kerumitan dari rangkaian snubber seperti yang terlihat pada jenis pemulih energi merupakan satu hal yang menjadi hambatan dan perhatian dalam menjustifikasi penggunaan rangkaian snubber. Bertambahnya tingkat kerumitan rangkaian akan berarti penambahan biaya. Dalam aplikasi rangkaian sakelar elektronik dengan kapasitas daya rendah dengan tegangan keluaran rendah misalnya, pemakaian snubber jenis disipasi akan mencukupi. Namun untuk aplikasi dengan tegangan keluaran tinggi (ratusan dan ribuan volt), snubber jenis pemulih energi akan lebih sesuai untuk digunakan, terlebih untuk meningkatkan efisiensi daya. Hal penting lain adalah pengoperasian frekwensi pensakelaran yang dapat terbatasi oleh keberadaan snubber ini. Perlu diingat bahwa untuk aplikasi pengubah dc-dc yang berukuran kecil dan ringan misalnya, frekwensi pensakelaran yang tinggi adalah merupakan keharusan. Oleh karena itu, perlu pula dilakukan perhitungan sampai sejauh mana sakelar elektronik dapat mentolerir kerugian daya sehingga pemakaian rangkaian snubber tidak terlalu dimaksimalkan untuk kemudian mengorbankan batas pengoperasian frekwensi pensakelaran.

Daftar Pustaka

[1] N. Mohan, T. Undeland, dan W. P. Robbins, Power Electronics: Converters, Applications, and Design, John Wiley & Sons, 1995. 
[2] Daniel W. Hart, Introduction to Power Electronics, Prentice Hall, 1991. 


 Oleh Dr. Taufik 
Penulis adalah Dosen Fakultas Teknik Elektro 
California Polytechnic State University, San Luis Obispo, California, USA

Minggu, 22 Mei 2011

karakteristik beberapa jenis bahan



Seperti telah kita ketahui, bahwa untuk pelaksanaan penyaluran energi listrik dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu berupa saluran udara dan kabel tanah. Pada saluran Udara, terutama hantaran udara telanjang biasanya banyak menggunakan kawat penghantar yang terdiri atas: kawat tembaga telanjang (BCC, singkatan dari Bare Cooper Cable), Aluminium telanjang (AAC, singkatan dari All Aluminium Cable), Campuran yang berbasis aluminium (Al-Mg-Si), Aluminium berinti baja (ACSR, singkatan dari Aluminium Cable Steel Reinforced) dan Kawat baja yang berisi lapisan tembaga (Cooper Weld).

Sedangkan pada saluran kabel tanah, biasanya banyak menggunakan kabel dengan penghantar jenis tembaga dan aluminium, perkembangan yang sangat dominan pada saluran kabel tanah adalah dari sisi bahan isolasinya, dimana pada saat awal banyak menggunakan isolasi berbahan kertas dengan perlindungan mekanikal berupa timah hitam, kemudian menggunakan minyak ( jenis kabel ini dinamakan GPLK atau Gewapend Papier Lood Kabel yang merupakan standar belanda dan NKBA atau Normal Kabel mit Bleimantel Aussenumheullung yang merupakan standar jerman, dan jenis bahan isolasi yang terkini adalah isolasi buatan berupa PVC (Polyvinyl Chloride) dan XLPE (Cross-Linked Polyethylene). Jenis bahan isolasi PVC dan XLPE pada saat ini telah berkembang pesat dan merupakan bahan isolasi yang andal.

Di waktu yang lalu, bahan yang banyak digunakan untuk saluran listrik adalah jenis tembaga (Cu). Namun karena harga tembaga yang tinggi dan tidak stabil bahkan cenderung naik, aluminium mulai dilirik dan dimanfaatkan sebagai bahan kawat saluran listrik, baik saluran udara maupun saluran kabel tanah. Lagipula, kawat tembaga sering dicuri karena bahannya dapat dimanfaatkan untuk pembuatan berbagai produk lain.

Suatu ikhtisar akan disampaikan dibawah ini mengenai berbagai jenis logam atau campurannya yang dipakai untuk kawat saluran listrik, yaitu: 

• Tembaga elektrolitik, yang harus memenuhi beberapa syarat normalisasi, baik mengenai daya hantar listrik maupun mengenai sifat-sifat mekanikal.

• Brons, yang memiliki kekuatan mekanikal yang lebih besar, namun memiliki daya hantar listrik yang rendah. Sering dipakai untuk kawat pentanahan.

• Aluminium, yang memiliki kelebihan karena materialnya ringan sekali. Kekurangannya adalah daya hantar listrik agak rendah dan kawatnya sedikit kaku. Harganya sangat kompetitif. Karenanya merupakan saingan berat bagi tembaga, dan dapat dikatakan bahwa secara praktis kini mulai lebih banyak digunakan untuk instalasi-instalasi listrik arus kuat yang baru dari pada menggunakan tembaga.

• Aluminium berinti baja, yang biasanya dikenal sebagai ACSR (Aluminium Cable Steel Reinforced), suatu kabel penghantar aluminium yang dilengkapi dengan unit kawat baja pada inti kabelnya. Kawat baja itu diperlukan guna meningkatkan kekuatan tarik kabel. ACSR ini banyak digunakan untuk kawat saluran hantar udara.

• Aldrey, jenis kawat campuran antara aluminium dengan silicium (konsentrasinya sekitar 0,4 % – 0,7 %), Magnesium (konsentrasinya antara 0,3 % - 0,35 %) dan ferum (konsentrasinya antara 0,2 % - 0,3 %). Kawat ini memiliki kekuatan mekanikal yang sangat besar, namun daya hantar listriknya agak rendah.

• Cooper-weld, suatu kawat baja yang disekelilingnya diberi lapisan tembaga.

• Baja, bahan yang paling banyak digunakan sebagai kawat petir dan juga sebagai kawat pentanahan.

Berdasarkan ikhtisar diatas, dapat dikatakan bahwa bahan yang terpenting untuk saluran penghantar listrik adalah tembaga dan aluminium, sehingga kedua bahan tersebut banyak digunakan sebagai kawat pengantar listrik, baik saluran hantar udara maupun kabel tanah.

dasar elektronika daya bagian 1



Pada Sistem Tenaga Listrik terdapat penggunaan komponen elektronika yang umumnya dipakai dalam rangkaian pengaturan motor-motor listrik. Komponen-komponen elektronika yang dipergunakan pada sistem tenaga listrik pada prinsipnya harus mampu menghasilkan daya yang besar atau mampu menahan disipasi daya yang besar. 

Elektronika daya meliputi switching, pengontrolan dan pengubah (konversi) blok-blok yang besar dari daya listrik dengan menggunakan sarana peralatan semikonduktor. Dengan demikian elektronika daya secara garis besar terbagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu : 

1. Rangkaian Daya 
2. Rangkaian kontrol 

Pada gambar berikut menunjukkan hubungan antara kedua rangkaian diatas yang terintegrasi menjadi satu, dimana keduanya banyak memanfaatkan peralatan semikonduktor.

 








               Rangkaian daya terdiri dari komponen Dioda, Thyristor dan Transistor Daya. Sedangkan rangkaian kontrol terdiri atas Dioda, Transistor dan rangkaian terpadu (Integrated Circuit / IC). 

Dengan menggunakan peralatan-peralatan yang serupa keandalan dan kompatibilitas dari perlengkapan (sistem) akan dapat diperbaiki. Elektronika daya merupakan bagian yang penting dalam industri-industri, yaitu dalam pengontrolan daya pada sistem, proses elektronika dan lain-lain. 

I. DIODA 

Dioda merupakan penyatuan dari lapisan P dan N sebagaimana gambar struktur dan simbol lapisan. 











Syarat dioda dalam keadaan ON adalah Vak positip sedangkan untuk OFF adalah Vak negatif. 














Karateristik tersebut menggambarkan hubungan antara arus dioda (IR dan IF) agar Vak dalam kondisi menahan arus (OFF) maupun dalam keadaan mengalir (ON). Dalam keadaan OFF, Vak = Vr = negatif, maka dioda menahan arus namun terdapat arus bocor Ir yang kecil. 

Dalam keadaan ON, Vak = Vf = positif, dioda mengalirkan arus namun terdapat tegangan jatuh pada dioda = ∆ Vf, dan jika ∆ Vf ini makin besar untuk arus dioda yang makin tinggi, berarti rugi konduksi If * ∆ Vf naik. Terlihat pula pada karateristik dioda diatas bahwa bila Vr terlalu tinggi dioda akan rusak. 

Karateristik Switching 

Karateristik ini menggambarkan sifat kerja dioda dalam perpindahan keadaan ON ke OFF dan sebaliknya. 










Dioda akan segera melalukan arus jika Vr telah mencapai lebih dari Vf minimum dioda kondusif dan pada saat OFF terjadi kelambatan dari dioda untuk kembali mempunyai kemampuan memblokir tegangan reverse. Dari gambar diatas tgerlihat adanya arus balik sesaat pada dioda, dimana arus balik ini terjadi pada saat peralihan keadaan dioda dari kondisi ON ke kondisi membloking tegangan reverse. 

Dengan adanya sifat arus balik, maka diperoleh dua jenis penggolongan dioda yaitu : 
1. Dioda Cepat, yaitu dioda dengan kemapuan segera mampu membloking 
tegangan reverse yang cepat, orde 200 ns terhitung sejak arus forward dioda 
sama dengan 0 (nol). 

2. Dioda Lambat, yaitu untuk hal yang sama dioda memerlukan waktu lebih lama, 
Q32 > Qs1. 

Terminologi karateristik dioda 

Trr : Reverse Recovery Time, waktu yang diperlukan dioda untuk bersifat membloking tegangan forward. 
Tjr : Waktu yang diperlukan oleh Juction P-N untuk bersifat membloking. 
Tbr : Waktu yang diperlukan daerah perbatasan Junction untuk membentuk zone bloking.
Qs : Jumlah muatan yang mengalir dalam arah reverse selama perpindahan status dioda ON ke OFF. 

Dioda jenis lambat banyak digunakan pada rangkaian konverter dengan komutasi lambat/natural, seperti rangkaian penyearah. Sedangkan Dioda jenis Cepat dipergunakan pada konverter statis dengan komutasi sendiri seperti misalnya pada DC Chopper, konverter komutasi sendiri dll. 

Kemampuan Tegangan 

Dioda bersifat memblokir tegangan reverse, ternyata mampu menahan tegangan tersebut tergantung pada karateristik tegangan itu sendiri. 














VRWM = Puncak tegangan kerja normal. 
VRRM = Puncak tegangan lebih yang terjadi secara periodik. 
VRSM = Puncak tegangan lebih tidak periodik. 

Kemampuan Arus Dioda

Adanya tegangan jatuh konduksi ∆ Vf menyebabkan rugi daya pada dioda yang keluar dalam bentuk panas. Temperatur junction maksimum terletak antara 110°C - 125°C. Panas yang melebihi dari temperatur ini akan menyebabkan dioda rusak. Temperatur maksimum ini dapat dicapai oleh bermacam-macam pembebanan arus terhadap dioda. 

If (AV) : Arus rata-rata maksimum yang diijinkan setiap harga arus rata-rata akan menghasilkan suatu harga temperatur akhir pada junction dioda. Batas If (AV) ini juga tergantung pada temperatur ruang dan jenis sistem pendinginan (Heat-sink).

If (RMS) : Harga effektif maksimum arus dioda. Harga rata-rata yang di bawah If (∆V) maksimum, belum menjamin keamanan operasi dioda terutama arus beban dioda dengan form factor yang tinggi. ( Rate Mean Square ) 

If (RM) : Harga puncak arus lebih periodik yang diijinkan. 

If (SM) : Harga puncak arus lebih non periodik yang diijinkan

T : Batas integral pembebanan arus dimana dioda masih mampu mengalaminya. 

Besaran ini berlaku untuk ½ cycles atau 1 ms dan merupakan pedoman dalam pemilihan pengaman arus. 

Contoh data Fast Dioda Type MF 70 
Maximum repetitive peak reverse voltage, Vdrm = 1200 Volt. 
Mean forward current, If (AV) = 70 A 
RMS forward current, Irms max = 110 A 
Non repetitive forward current, If (ms) = 700 A 
Forward V-Drop, Vfm=V, pada Ifm = 210 A 
Peak reverse current, Irm = 5 mA 
Reverse recovery time, trr = 200 ns 
Stored, charger, Qrr = T µc (Qs) 
Thermal resistance, Rth-jc = 0,37°C/w 

Senin, 16 Mei 2011

(umum)pembangkit-listrik-di-indonesia


                Pembangkit Listrik di Indonesia banyak sekali jumlah yang berguna sekali untuk kemaslahatan umat manusia khususnya untuk masyarakat Indonesia. Dibawah ini adalah informasi mengenai jenis pembangkit listrik yang ada di Indonesia.


Pembangkit Listrik Tenaga Air

1. PLTA Angkup. Bearada di Aceh
2. PLTA Cibadak. Berada di Jawa barat
3. PLTA Cirata. Berada di Jawa Barat
4. PLTA Jatiluhur. Berada di Jawa Barat
5. PLTA Garung. Berada di Jawa Tengah.
6. PLTA Selorejo. Berada di Jawa Tengah
7. PLTA Tuntang. Berada di Jawa Tengah
8. PLTA W onogiri. Berada di Jawa Tengah
10. PLTA Lodaya. Berada di Jawa Timur
11. PLTA Karangkates. Berada di Jawa Timur.
12. PLTA Paiton. Bearada di Jawa Timur
13. PLTA Wingi Raya. Berada di Jawa Timur
14. PLTA Maninjau. Berada di Sumatera Barat
15. PLTA Sadang. Berada di Sulawesi Selatan

PEMBANGKIT lISTRIK TENAGA UAP

1. PLTU Bukit Asam. Berada Sumatera selatan
2. PLTU Paiton. Berada di Jawa Timur
3. PLTU Muara Karang. Berada di Jakarta
4. PLTU Belawan. Berada di Sumatera Utara
5. PLTU Semarang. Berada di Jawa Tengah

PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA GAS

1. PLTG Alurcanang. Berada di Jawa Barat
2. PLTG Dieng. Berada di Jawa Tengah
3. PLTG Kamojang. Berada di Jawa Barat
4. PLTG Balikpapan. Berada di Kalimantan Tengah.

pemerintah-siap-bangun-93-pembangkit LISTRIK baru


       Setelah menerbitkan Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2010 sebagai landasan dan payung hukum Program Percepatan 10.000 MW Tahap II, Kementerian ESDM mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM No. 02 Tahun 2010 Tentang Daftar Proyek-Proyek Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Tahap II serta transmisi terkait.


            Dalam Permen ESDM No, 2 Tahun 2010 dijelaskan bahwa proyek-proyek pembangkit tenaga listrik yang akan dibangun menggunakan bahan bakar energi terbarukan, batubara dan gas, 21 pembangkit akan dibangun PT PLN (Persero) dan 72 pembangkit melalui kerjasama PT PLN (Persero) dengan pengembang listrik swasta.
Masa berlaku Permen adalah sejak tanggal 27 Januari 2010 hingga tanggal 31 Desember 2014.

          Berikut daftar pembangkit yang akan dibangun dalam proyek percepatan 10.000 MW tahap II seperti tercantum dalam Permen ESDM.
Proyek-proyek pembangkit yang dilaksanakan oleh PLN :

1. PLTP Tangkuban Perahu I, Jawa Barat dengan kapasitas 2x55 MW.
2. PLTP Kamojang 5 dan 6, Jawa Barat dengan kapasitas 1x40 MW dan 1x60 MW.
3. PLTP Ijen, Jawa Timur dengan kapasitas 2x55 MW.
4. PLTP Lyang Argopuro, Jawa Timur dengan kapasitas 1x55 MW
5. PLTP Wilis/Ngebel, Jawa Timur dengan kapasitas 3x55 MW.
6. PLTP Sungai Penuh, Jambi dengan kapasitas 2x55 MW.
7. PLTU Hululais, Bengkulu dengan kapasitas 2x55 MW.
8. PLTP Kotamobagu 1 dan 2, Sulawesi Utara dengan kapasitas 2x20 MW.
9. PLTP Kotamobagu 3 dan 4, Sulawesi Utara dengan kapasitas 2x20 MW.
10. PLTP Sembalun, Nusa Tenggara Barat dengan kapasitas 2x10 MW.
11. PLTP Tulehu, Maluku dengan kapasitas 2x10 MW.
12. PLTA Upper Cisokan, Jawa Barat dengan kapasitas 4x250 MW.
13. PLTU Asahan 3, Sumatera Utara dengan kapasitas 2x87 MW.
14. PLTU Indramayu, Jawa Barat dengan kapasitas 1x1.000 MW
15. PLTU Pangkalan Susu 3 dan 4, Sumatera Utara dengan kapasitas 2x200 MW.
16. PLTU Sampit, Kalimantan Tengah dengan kapasitas 2x25 MW.
17. PLTU Kotabaru, Kalimantan Selatan dengan kapasitas 2x7 MW.
18. PLTU Parit Baru, Kalimantan Barat dengan kapasitas 2x50 MW
19. PLTU Talakar, Sulawesi Selatan dengan kapasitas 2x100 MW.
20. PLTU Kaltim (Peaking) dengan kapasitas 2x50 MW
21. PLTGU Muara Tawar ad on 2,3 dan 4, Jawa Barat dengan kapasitas 1x150 MW dan 3x350 MW.


Proyek-proyek pembangkit yang dilaksanakan melalui kerjasama antara PLN dengan pengembang listrik swasta :

1. PLTP Rawa Dano, Banten dengan kapasitas 1x110 MW.
2. PLTP Cibuni, Jawa Barat dengan kapasitas 1x10 MW.
3. PLTP Cisolok-Cisukarame, Jawa Barat dengan kapasitas 1x50 MW.
4. PLTP Drajat, Jawa Barat dengan kapasitas 2x55 MW.
5. PLTP Karaha Bodas, Jawa Barat dengan kapasitas 1x30 MW dan 2x55 MW.
6. PLTP Patuha, Jawa Barat dengan kapasitas 3x60 MW.
7. PLTP Salak, Jawa Barat dengan kapasitas 1x40 MW
8. PLTP Tampomas, Jawa Barat dengan kapasitas 1x45 MW
9. PLTP Tangkuban Perahu II, Jawa Barat dengan kapasitas 2x30 MW
10. PLTP Wayang Windu, Jawa Barat dengan kapasitas 2x120 MW.
11. PLTP Baturaden, Jawa Tengah dengan kapasitas 2x110 MW.
12. PLTP Dieng, Jawa Tengah dengan kapasitas 1x55 MW dan 1x60 MW.
13. PLTP Guci, Jawa Tengah dengan kapasitas1x55 MW
14. PLTP Ungaran, Jawa Tengah dengan kapasitas 1x55 MW
15. PLTP Seulawah Agam, Nanggroe Aceh Darussalam dengan kapasitas 1x55 MW
16. PLTP Jaboi, Nanggroe Aceh Darusalam dengan kapasitas 1x7 MW
17. PLTP Sarulla 1, Sumatera Utara dengan kapasitas 3x110 MW
18. PLTP Sarulla 2, Sumatera Utara dengan kapasitas 2x55 MW
19. PLTP Sorik Merapi, Sumatera Utara dengan kapasitas 1x55 MW
20. PLTP Muaralaboh, Sumatera Barat dengan kapasitas 2x110 MW
21. PLTP Lumut Balai, Sumatera Selatan dengan kapasitas 4x55 MW
22. PLTP Rantau Dadap, Sumatera Selatan dengan kapasitas 2x110 MW.
23. PLTP Rajabasa, Lampung dengan kapasitas 2x110 MW
24. PLTP Ulubelu 3 dan 4, Lampung dengan kapasitas 2x55 MW.
25. PLTP Lahendong 5 dan 6, Sulawesi Utara dengan kapasitas 2x20 MW.
26. PLTP Bora, Sulawesi Tengah dengan kapasitas 1x5 MW
27. PLTP Merana/Masaingi, Sulawesi Tengah dengan kapasitas 2x10 MW
28. PLTP Mangolo, Sulawesi Tenggara dengan kapasitas 2x5 MW
29. PLTP Huu, Nusa Tenggara Barat dengan kapasitas 2x10 MW
30. PLTP Atadei, Nusa Tenggara Timur dengan kapasitas 2x2,5 MW.
31. PLTP Sukoria, Nusa Tenggara Timur dengan kapasitas 2x2,5 MW.
32. PLTP Jailolo, Maluku Utara dengan kapasitas 2x5 MW
33. PLTP Songa Wayaua, Maluku Utara dengan kapasitas 1x5 MW
34. PLTA Simpang Aur, Bengkulu dengan kapasitas 2x6MW dan 2x9 MW
35. PLTU Bali Timur,Bali dengan kapasitas 2x100 MW
36. PLTA Madura dengan kapasitas 1x400 MW
37. PLTU Sabang, Nanggroe Aceh Darussalam dengan kapasitas 2x4 MW
38. PLTU Nias, Sumatera Utara dengan kapasitas 2x7 MW
39. PLTU Tanjung Pinang, Kepulauan Riau dengan kapasitas 2x15 MW
40. PLTU Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau dengan kapasitas 2x10 MW
41. PLTU Tanjung Batu, Kepulauan Riau dengan kapasitas 2x4 MW
42. PLTU Bangka, Bangka Belitung dengan kapasitas 2x30 MW
43. PLTU Ketapang, Kalimantan Barat 2x10 MW
44. PLTU Petung, Kalimantan Timur 2x7 mW
45. PLTU Melak, Kalimantan Timur 2x7 MW
46. PLTU Nunukan, Kalimantan Timur 2x7 MW
47. PLTU Kaltim, 2x100 MW
48. PLTU Putussibau, Kalimantan Barat 2x4 MW
49. PLTU Kalsel, Kalimantan Selatan dengan kapasitas 2x100 MW
50. PLTU Tahuna, Sulawesi Utara dengan kapasitas 2x4 MW
51. PLTU Moutong, Sulawesi Tengah 2x4 MW
52. PLTU Luwuk, Sulawesi Tengah, 2x10 MW.
53. PLTU Mamuju, Sulawesi Barat dengan kapasitas 2x7 MW
54. PLTU Selayar, Sulawesi Selatan dengan kapasitas 2x4 MW
55. PLTU Bau-bau, Sulawesi Tenggara dengan kapasitas 2x10 MW.
56. PLTU Kendari, Sulawesi Tenggara dengan kapasitas 2x25 MW
57. PLTU Kolaka, Sulawesi Tenggara 2x10 MW.
58. PLTU Sumbawa, Nusa Tenggara Barat dengan kapasitas 2x10 MW
59. PLTU Larantuka, Nusa Tenggara Timur 2x4 MW
60. PLTU Waingapu, Nusa Tenggara Timur 2x4MW
61. PLTU Tobelo, Maluku Utara, 2x4 MW
62. PLTU Tidore, Maluku Utara, 2x7 MW
63. PLTU Tual, Maluku 2x4 MW
64. PLTU Masohi, Maluku 2x4 MW
65. PLTU Biak, Papua 2x7 MW
66. PLTU Jayapura, Papua 2x15 MW
67. PLTU Nabire, Papua 2x7 MW
68. PLTU Merauke, Papua 2x7 MW
69. PLTU Sorong, Papua Barat 2x15 MW.
70. PLTU Andai, Papua Barat 2x7 MW
71. PLTGU Bangkanai, Kalimantan Tengah 1x120 MW
72. PLTGU Senoro, Sulawesi Tengah, 2x120 MW.

Program Percepatan 10.000 MW merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mempersiapkan ketersediaan energi nasional di masa depan untuk mengimbangi peningkatan kebutuhan rata-rata 6,8% per tahun. Terkait masalah pendanaan, dalam Perpres dinyatakan pendanaan pembangunan pembangkit tenaga listrik dan transmisi berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), anggaran internal PT PLN (Persero), dan sumber dana lainnya yang sah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.



Sumber: Kementerian ESDM

pembangkit listrik tenaga uap (PLTU)


                 Indonesia adalah eksportir batubara terbesar kedua di dunia (setelah Australia, 2006). Disaat harga minyak yang terus membumbung tinggi pembangkit listrik tenaga uap (pltu) layak menjadi pertimbangkan.


Gambar (klik 2 kali untuk memperbesar) disamping merupakan diagram cara kerja pembangkit listrik tenaga uap yang berbahan bakar batu bara. Berikut adalah detail penjelasan gambar yang diterjemahkan secara bebas dari situs aslinya.

Coal Supply (pengumpan batu bara). Batu bara dari tambang di kirim ke "coal hoper" dan dihaluskan sampai ukuran 5 cm. Setelah itu dikirim ke pembangkit melalui konveyor

Pulverizer (Alat penghancur). Batu bara dihaluskan lagi sampai menjadi bubuk dan di campur dengan udara kemudian ditiupkan ke tungku pembakaran.

Boiler. Batu bara yang dibakar di ruang pembakaran digunakan untuk memanaskan air didalam boliler sampai menjadi uap. Uap ini yang digunakan untuk memutar rotor dan membangkitkan energi listrik

Precipitator, stack (alat penangkap debu) . Pembakaran batu bara akan menghasilkan karbon dioksida (CO2), sulpur dioksida (SO2) dan Nitrogen oksida. Gas - gas ini keluar dari boiler melalui Precipitator dan stack . Precipitator mampu 99.4 % debu sebelum gas dibuang ke udara. Sedangkan sisa pembakaran yang lebih berat akan mengendap ke bawah boilerdan dibuang lagoon.

Turbin dan Generator. Uap bertekanan tinggi dari boiler digunakan untuk memutar bilah turbin yang dihubungkan dengan generator dengan bantuan poros. Poros yang berputar ini akan menghasilkan energi listrik di dalam generator.

Condensers (kondensor). Uap panas yang keluar dari turbin dialirkan ke kondensor. Di kondensor uap didinginkan sehingga terkondensasi menjadi air, air ini di pompakan lagi ke boiler untuk dipanaskan dan proses ini terus berulang (resirkulasi).

Water treatment plant. Untuk mengurangi korosi pada pipa - pipa boiler, air yang digunakan untuk boiler harus dibersihkan. Air yang mengandung lumpur akan dibuang keluar dari sistem.

Substation, transformer, transmission lines. Energi listrik yang di hasilkan oleh generator harus di naikan voltasenya melaui transformer (travo step up) sebelum di kirim melalui jalur transmisi (transmisi line). Tujuan untuk menaikan voltase ini untuk mengurangi energi yang terbuang selaa proses pengiriman.

Pembangkit listrik tenaga air (PLTA)


       Pembangkit listrik  tenaga air (PLTA) bekerja dengan cara merubah energi potensial (dari dam atau air terjun) menjadi energi mekanik (dengan bantuan turbin air) dan dari energi mekanik menjadi energi listrik(dengan bantuan generator).


          Kapasitas PLTA diseluruh dunia ada sekitar 675.000 MW ,setara dengan 3,6 milyar barrel minyak atau sama dengan 24 % kebutuhan listrik dunia yang digunakan oleh lebih 1 milyar orang.

Komponen – kompnen dasar PLTA berupa dam, turbin, generator dan transmisi.

          Dam berfungsi untuk menampung air dalam jumlah besar karena turbin memerlukan pasokan air yang cukup dan stabil. Selain itu dam juga berfungsi untuk pengendalian banjir. contoh waduk Jatiluhur yang berkapasitas 3 miliar kubik air dengan volume efektif sebesar 2,6 miliar kubik.

          Turbin berfungsi untuk mengubah energi potensial menjadi energi mekanik. Air akan memukul susu – sudu dari turbin sehingga turbin berputar. Perputaran turbin ini di hubungkan ke generator. Turbin terdiri dari berbagai jenis seperti turbin Francis, Kaplan, Pelton, dll.

          Generator dihubungkan ke turbin dengan bantuan poros dan gearbox. Memanfaatkan perputaran turbin untuk memutar kumparan magnet didalam generator sehingga terjadi pergerakan elektron yang membangkitkan arus AC.
Mau lihat animasi klik disini

         Travo digunakan untuk menaikan tegangan arus bolak balik (AC) agar listrik tidak banyak terbuang saat dialirkan melalui transmisi. Travo yang digunakan adalah travo step up.

          Transmisi berguna untuk mengalirkan listrik dari PLTA ke rumah – rumah atau industri. Sebelum listrik kita pakai tegangannya di turunkan lagi dengan travo step down.

         Pembangkit listrik tenaga air konvensional bekerja dengan cara mengalirkan air dari dam ke turbin setelah itu air dibuang. Saat ini ada teknologi baru yang dikenal dengan pumped-storage plant .


pumped-storage plant memiliki dua penampungan yaitu:

*Waduk Utama (upper reservoir) seperti dam pada PLTA konvensional. Air dialirkan langsung ke turbin untuk menghasilkan listrik.

*Waduk cadangan (lower reservoir). Air yang keluar dari turbin ditampung di lower reservoir sebelum dibuang disungai. 


Pada saat beban puncak air dalam lower reservoir akan di pompa ke upper reservoir sehingga cadangan air pada Waduk utama tetap stabil.

pembangkit listrik tenaga air


        Pembangkit tinggi tenaga air (PLTA) bekerja dengan cara merubah energi potensial (dari dam atau air terjun) menjadi energi mekanik (dengan bantuan turbin air) dan dari energi mekanik menjadi energi listrik(dengan bantuan generator).


Kapasitas PLTA diseluruh dunia ada sekitar 675.000 MW ,setara dengan 3,6 milyar barrel minyak atau sama dengan 24 % kebutuhan listrik dunia yang digunakan oleh lebih 1 milyar orang.

Komponen – kompnen dasar PLTA berupa dam, turbin, generator dan transmisi.

Dam berfungsi untuk menampung air dalam jumlah besar karena turbin memerlukan pasokan air yang cukup dan stabil. Selain itu dam juga berfungsi untuk pengendalian banjir. contoh waduk Jatiluhur yang berkapasitas 3 miliar kubik air dengan volume efektif sebesar 2,6 miliar kubik.



Turbin berfungsi untuk mengubah energi potensial menjadi energi mekanik. Air akan memukul susu – sudu dari turbin sehingga turbin berputar. Perputaran turbin ini di hubungkan ke generator. Turbin terdiri dari berbagai jenis seperti turbin Francis, Kaplan, Pelton, dll.

Generator dihubungkan ke turbin dengan bantuan poros dan gearbox. Memanfaatkan perputaran turbin untuk memutar kumparan magnet didalam generator sehingga terjadi pergerakan elektron yang membangkitkan arus AC.
Mau lihat animasi klik disini


(mcb) miniature-circuit-breaker


                Sebagai alat pengaman rangkaian instalasi listrik MCB (Miniature Circuit Breaker) sudah umum digunakan, karena dari segi efisiensi alat. Alat ini sangatlah menguntungkan sebagai pengaman yang dapat memutus arus listrik apabila terjadi gangguan arus beban lebih dan korsleting (hubung singkat).


            Sebelumnya pengaman instalasi listrik menggunakan sekering, tetapi seiring majunya teknologi Pengaman sekering untuk intalasi listrik rumah tinggal sudah digantikan dengan menggunakan MCB yang lebih Praktis penggunaanya..

            Pada instalasi listrik rumah tinggal dapat saja terjadi gangguan-gangguan listrik yang salah satunya disebabkan kerusakan MCB dengan indikasi sering terjadinya turun(trip) pada MCB, padahal tidak terjadi beban lebih ataupun korsleting.Bila hal ini tidak cepat diambil tindakan, besar kemungkinan dapat merusak peralatan listrik rumah tangga yang sedang digunakan. Gantilah MCB yang rusak tersebut dengan MCB ynag masih berfungsi baik.

Adapun hal-hal yang perlu diketahui untuk menggunakan dan memilih MCB adalah sebagai berikut :

1. Pada saat anda memilih MCB, banyak sekali berbagai merk dan type yang ditawarkan sesuaikan dengan MCB yang anda perlukan MCB 1 pole atau yang 3 pole dan besar arus yang tertera pada MCB. Perhatikanlah kualitas barang dan materialnya.

2. Pada saat pemasangan MCB dikotak pembagi, periksalah kekencangan pemasangan kabel di terminal MCB. Sebab apabila kendor dapat meningkatkan suhu panas pada kabel yang dapat berakibat fatal pada terjadinya gangguan listrik.

3. Gunakan MCB pada kotak pembagi/panel lebih kecil kapasitas arusnya dari MCB Induk yang terdapat pada Box Metering. Hal ini bertujuan untuk mendeteksi bila ada gangguan arus lebih ataupun kosrleting maka yang akan trip(turun) yaitu MCB yang ada pada panel pembagi.

4. Bagilah beban pada rangkaian instalasi listrik rumah dengan merata, yaitu dengan membuat group beban pemakaian, Asumsinya tidak hanya 1 MCB yang digunakan pada panel pembagi arus. Umpamanya 2 MCB artinya 2 kelompok(group) pada isntalasi listrik rumah , hal ini berguna apabila salah satu MCB yang ada dipanel pembagi mengalami kerusakan maka MCB yang lain masih berfungsi menyalurkan arus listrik ke beban pemakaian yan lain.


Kesimpulan :

1. Fungsi MCB adalah sebagai alat pemutus arus listrik pada rangkaian instalasi listrik jika terjadi gangguan arus beban lebih dan jika terjadi arus hubung singkat (korsleting).
2. Besaran Kapasitas MCB yang dijual di pasaran umumnya adalah 2 Amp, 4 Amp, 6 Amp, 10 Amp, 16 Amp.

tips pencegah bahaya kebakaran akibat korseleting listrik


1. Percayakan pemasangan instalasi listrik rumah/bangunan anda pada instalatir yang terdaftar pada anggota AKLI dan Di PLN. Secara legal instalatir tersebut mempunyai tanggung jawab terhadap keamanan instalasi.


2. Jangan menumpuk steker atau colokan listrik terlalu banyak pada satu tempat karena sambungan sperti itu akan terus menumpuk panas yang artinya dapat mengakibatkan korsleting listrik.

3. Jangan menggunakan material listrik sembarangan yang tidak standar walaupun harganya murah. Gunakan material listrik produk pabrikan yang telah memiliki sertifikat sistem Pengawasan Mutu (SPM) yang berlabel tulisan LMK atau SNI.

4. Jika sekering putus jangan menyambung dengan sembarang kawat yang bukan fungsinya karena setiap sekering telah diukur kemampuan menerima beban tertentu.

5. Lakukan pemeriksaan secara rutin kondisi isolasi pembungkus kabel. Bila ada isolasi yang terkupas atau telah menipis agar segera dilakukan penggantian. Gantilah instalasi rumah/bangunan anda secara menyeluruh setiap 5 tahun sekali. Pekerjaan Pemeriksaan dan penggantian sebaiknya dilakukan oleh instalatir anggota AKLI dan terdaftar di PLN.

6. Gunakan jenis dan ukuran kabel sesuai peruntukan dan kapasitas hantar arusnya.

7. Bila terjadi kebakaran akibat korsleting listrik yang disebabkan MCB tidak berfungsi dengan baik, matikan segera listrik dari KWH Meter. Jangan menyiram sumber kebakaran dengan air atau yang basah bila masih ada arus listrik

fenomena frekuensi listrik



          Berbicara mengenai frekwensi listrik tidak lepas dari analisa dari pembangkit listrik/generator, karena sumbernya dari situ. Bagi yg non electrical yg masih kurang faham apa itu frekwensi saya coba kasih gambaran disini. 

          Frekwensi sebenarnya adalah karakteristik dari tegangan yg dihasilkan oleh generator. Jadi kalau dikatakan frekwensi 50 hz, maksudnya tegangan yg dihasilkan suatu generator berubah-ubah nilainya terhadap waktu, nilainya berubah secara berulang-ulang sebanyak 50 cycle setiap detiknya. jadi tegangan dari nilai nol ke nilai maksimum (+) kemudian nol lagi dan kemudian ke nilai maksimum tetapi arahnya berbalik (-) dan kemudian nol lagi dst (kalau digambarkan secara grafik akan membentuk gelombang sinusoidal) dan ini terjadi dalam waktu yg cepat sekali, 50 cycle dalam satu detik. Jadi kalau kita perhatikan beban listrik seperti lampu, sebenarnya sudah berulang kali tegangan nya hilang (alias nol) tapi karena terjadi dalam waktu yg sangat cepat maka lampu tersebut tetap hidup.

          Jadi kalau kita amati fenomena ini dan mencoba bereksperimen, coba kita buat seandainya kalau frekwensinya rendah, kita ambil yg konservatif misalnya 1 hz, apa yg terjadi maka setiap satu detik tegangan akan hilang dan barulah kelihatan lampu akan hidup-mati secara berulang-ulang seperti lampu flip-flop (lihat animasi disebelah kanan).

          Dari analisa diatas kita bisa tarik kesimpulan bahwa untuk kestabilan beban listrik dibutuhkan frekwensi yg tinggi supaya tegangan menjadi benar-benar halus (tidak terasa hidup-matinya). Nah sekarang timbul pertanyaan kenapa 50 hz atau 60 hz kenapa gak dibuat saja yg tinggi sekalian 100 hz atau 1000 hz biar benar-benar halus. untuk memahami ini terpaksa kita harus menelusuri analisa sampai ke generatornya. Tegangan yg berfrekwensi ini yg biasa disebut juga tegangan bolak-balik (alternating current) atau VAC, frekwensinya sebanding dengan putaran generator. Secara formula N = 120f/P
N = putaran (rpm)
f = frekwensi (hz)
P = jumlah kutub generator, umumnya P = 4

          Dengan menggunakan rumus diatas, untuk menghasilkan frekwensi 50 hz maka generator harus diputar dengan putaran N = 1500 rpm, dan untuk menghasilkan frekwensi 60 hz maka generator perlu diputar dengan putaran 1800 rpm, jadi semakin kencang kita putar generatornya semakin besarlah frekwensinya. Nah setelah itu apa masalahnya? kenapa gak kita putar saja generatornya dengan putaran super kencang biar menghasilkan frekwensi yg besar sehingga tegangan benar2 halus. Kalau kita ingin memutar generator maka kita membutuhkan turbine, semakin tinggi putaran yg kita inginkan maka semakin besarlah daya turbin yg dibutuhkan, dan selanjutnya semakin besarlah energi yg dibutuhkan untuk memutar turbin. Kalau sumber energinya uap maka makin banyaklah uap yg dibutuhkan, dan makin besar jumlah bahan bakar yg dibutuhkan, dst dst. 

          Para produsen generator maupun turbine tentunya mempunyai batasan dan tentunya setelah para produsen bereksperimen puluhan tahun dengan mempertimbangkan segala sudut teknis maka dibuatlah standard yangg 50 hz dan 60 hz itu, yg tentunya dinilai cukup efektif untuk kestabilan beban dan effisien dari sisi teknis maupun ekonomis. Eropa menggunakan 50 hz dan Amerika menggunakan 60 hz. Setelah adanya standarisasi maka semua peralatan listrik di desain mengikuti ketentuan ini. Jadi logikanya kalau 50 hz atau 60 hz saja sudah mampu membuat lampu tidak kelihatan kedap-kedip untuk apalagi dibuat frekwensi lebih tinggi yg akan memerlukan turbine super kencang dan sumber energi lebih banyak sehingga tidak efisien. 

          Baik tegangan maupun frekwensi dari generator bisa berubah-ubah besarnya berdasarkan range dari beban nol ke beban penuh. sering kita temui spesifikasi menyebutkan tegangan plus minus 10% dan frekwensi plus minus 5%. Ini artinya sistim supplai listrik/generator harus di desain pada saat beban penuh tegangan tidak turun melebihi 10% dan pada saat beban nol tegangan tidak naik melebihi 10%, begitu juga dengan frekwensi.

BEL LISTRIK



      Bel cukup mempunyai peran dalam kehidupan sehari-hari. Dahulu tanda ini menggunakan alat-alat tradisional seperti gong, kentongan dan alat tradisional lainnya untuk memberi tanda. Pada masa kini, bel listrik sudah tersedia dalam bebagai variasi. Ada bel listrik dengan sistem elektronik yang cukup rumit, yang menghasilkan bunyi yang unik pula seperti lagu-lagu maupun nada-nada. Pembuatan bel listrik di atas membutuhkan bahan-bahan seperti kabel-kabel dan resistor yang cukup banyak dan rumit dalam pengerjaannya. Bisa juga dipergunakan PCB (Printed Circuit Board) untuk menggantikan fungsi kabel yang terlalu banyak dan terlihat tidak rapi. Namun penggunaan PCB juga tidak membebaskan pembuatan bel dari alat-alat yang cukup banyak seperti resistor, speaker dan lain-lain, selain itu penggunaan resistor membutuhkan pemahaman yang cukup tinggi dalam merangkainya, sehingga tidak semua orang ataupun orang awam dapat merangkai resistor.

Ada juga cara pembuatan bel listrik lain yang memanfaatkan gaya elektromagnetik dari kabel maupun kawat yang dibentuk kumparan untuk membuat bel listrik. Cara ini lebih mudah untuk membuat bel listrik karena cukup dengan modal ketelatenan dan mengerti tentang gaya elektromagnetik, sudah mampu membuat bel ini.


Komponen dan Cara Kerja Bel Listrik

Banyak sekali pemanfaatan elektromagnetik dalam kehidupan kita, salah satunya adalah bel listrik. Bel listrik bekerja menggunakan prinsip elektromagnetik yaitu pembuatan magnet sementara dengan cara dialiri arus listrik.

Pada dasarnya bel listrik terdiri atas dua elektromagnet yang disebut solenoida, di mana setiap solenoida dililitkan pada arah yang berlawanan. Solenoida adalah penghantar melingkar yang berbentuk kumparan panjang. Medan magnet yang ditimbulkan oleh solenoida akan lebih besar daripada yang ditimbulkan oleh sebuah penghantar melingkar, apalagi oleh sebuah penghantar lurus. Jika solenoida dialiri arus listrik maka akan menghasilkan medan magnet. Medan magnet yang dihasilkan solenoida berarus listrik bergantung pada kuat arus listrik dan banyaknya kumparan. Garis-garis gaya magnet pada solenoida merupakan gabungan dari garis-garis gaya magnet dari kawat melingkar. Gabungan itu akan menghasilkan medan magnet yang sama dengan medan magnet sebuah magnet batang yang panjang. Kumparan seolah-olah mempunyai dua kutub, yaitu ujung yang satu merupakan kutub utara dan ujung kumparan yang lain merupakan kutub selatan.



Cara kerja sebuah bel listrik dapat dijelaskan sebagai berikut:

Ketika saklar (7) di sambung, maka arus listrik mengalir dari sumber (3) menuju solenoida yang berisi inti besi (1), berdasarkan prinsip elektromagnetik maka ketika solenoida yang berisi inti besi dialiri arus listik, inti besi akan berubah menjadi magnet sementara sehingga menarik pemukul (5) menuju magnet, akibatnya aliran listrik terputus karena pemukul tidak lagi bersentuhan dengan penyambung no (6), ketika pemukul tertarik kearah magnet, secara bersamaan pemukul juga memukul piringan (2). Karena aliran arus listrik terputus, maka elektromagnetik akan hilang sifat kemagnetannya, hal ini mengakibatkan pemukul kembali ke posisinya semula, proses tersebut terjadi berulang kali dengan cepat sehingga bel terdengar tidak terputus-putus.